Jellyjuice Column

"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"

Hello there! Welcome aboard..you will straightly feel my expression when you first read the post title. My column is all about my concern about Indonesia and its surrounding. It's all about expressing myself with writings. I hope you enjoy all the writings posted in my column - Yes, it might not cheers you up, but I can assure you that you will poisoned and addicted to my writings :).

In my freestyle writing, you will shortly found emotion, passion, and connection with them. Please don't blame me if you experienced these. So, please join me to make writing as a mean for communication, meditation and energy channel for positivity. A way to find peace and harmony a-la Jellyjuice. So, if you have comments to write on please feel free to do so, flower or chocolate milk are also welcome :). Thanks for stopping by, please leave your blog's url so i can visit you back :). All and all, never stop expressing yourself to the world with writing !

Umihanik a.k.a Jellyjuice

| My mother drew a distinction between achievement and success. She said that achievement is the knowledge that you have studied and worked hard and done the best that is in you. Success is being praised by others. That is nice but not as important or satisfying. Always aim for achievement and later on success | Me on Facebook | Follow @umihanik_ME on Twitter| Me on Linkedin | Keep in touch with me? Read my daily notes^ | My short professional bio: Umi Hanik is professional in development evaluation who has been working for many bilateral/multilateral organisations in Indonesia for the past 17 years. She holds BA and master of economics in public policy and pursuing advanced master/predoctoral studies in development evaluation. She works as M&E specialist for Asian Development Bank (ADB) program with Mercy Corps International on a national strategy to promote agritech 4.0 informations extension for smallholder farmers to cope with extreme climate in Indonesia from Oct 2018-Jan 2020. Currently she also serves as evaluation consultant for KSI-DFAT, GIZ-PAKLIM, DREAM-JICA, SSC-JICA until April 2020. Among her outstanding works, she has contributed to the national development planning, budgeting, monitoring and evaluation reforms in Indonesia. Her current research interest is in the politics of evaluation and the politics of social interventions for the poor. And along with her professional career, she has contributed to the evaluation society by motivating, supporting, and mentoring young and emerging evaluators in Indonesia. She has also very active in the effort of establishing the national/regional evaluation association. She is the founding members of Indonesian Development Evaluation Community (InDEC)*, Board Directors of Asia Pacific Evaluation Association (APEA)**, and Management members of EvalGender+***. Being adaptive with 4.0 industrial revolution call and during her evalreflection, in April 2018 she starting to develop MONEVStudio, a startup to promote sustainable development and evaluation literacy and inclusiveness. P.s. MONEV is a popular acronym in Indonesia for MONitoring and Evaluation. Drop her an email at umi.hanik@outlook.com for her latest cv. *) InDEC (http://indec.or.id/index.php/79-profile/71-profile-of-indec) is a Voluntary Organization for Professional Evaluation (VOPE) was founded on June 4th 2009 aiming at promoting qualified M&E professional; to enhance knowledge, capacity, and experience sharing among M&E professionals in Indonesia; and to promote better M&E practice for the development process in Indonesia, regional and international. Full profile/history read here http://www.ioce.net/en/PDFs/national/2012/Indonesia_InDEC_CaseStudy.pdf **) https://www.facebook.com/AsiaPacificEvaluationAssociationApea/ ***) https://www.evalpartners.org/evalgender


Chat Corner

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Paper Collections

  • M&E PHLN antara teori kebijakan dan praktik
  • MRV of the NAMAs
  • Performance Budgeting and M&E
  • M&E Penyelamat Instansi Pemerintah
  • M&E dan Pemanfaatan PHLN
  • Subsidi Minyak Goreng
  • Stimulus Fiskal 2009
  • Ekspor & Pembiayaan
  • Energi & APBN 2008
  • APBN, Investasi, Tabungan
  • Pembangunan Perdesaan
  • Banjir, Infrastruktur, Pangan
  • Ekonomi 2008
  • Catatan RUU APBN 2009
  • Pelaksanaan APBN 2006
  • Penanganan Krisis 2008
  • Reformasi Perpajakan
  • Ekonomi 2003
  • Pangan dan Inflasi
  • Krisis Global dan Pangan
  • Krisis, Ekspor, Pembiayaan
  • M&E Alignment, Aid Effectiveness
  • Postur RAPBN 2009
  • Pangan & Problematikanya
  • Kebijakan M&E Pinjaman Luar Negeri
  • Pertanian & Kedelai
  • Masalah Ketenagakerjaan
  • Subsidi BBM


  • Also available at :
  • umihanik@docstoc.com
  • umihanik@slideshare.net
  • Virtual Mate

  • Dadang
  • Finding : Hani
  • Mpud Ndredet
  • Tiara
  • Taman Suropati
  • Muhyiddin
  • Ponakan
  • Birokrat Gaul
  • Fahmi Oyi
  • Asal Njeplak
  • Bastomi
  • Cak Lul
  • Ery Ecpose
  • Berly
  • Robby
  • Pak Zuki
  • Previous Post

    Credit

    My Engine : Blogger
    My Campus : Google State University
    My Virtual Family : Blogfam
    Al-Hidayah : Free Education for All




    online



    Saturday, May 30, 2020

    Krisis Kesehatan Global dan Evaluasi atas Kebijakan Pembangunan

    COVID-19 memukul ekonomi dunia yang sudah lemah dan rapuh. Pertumbuhan ekonomi global pada 2019 yang melambat sejak krisis keuangan global 2008/2009 makin terpuruk. COVID-19 telah menjerumuskan ekonomi dunia ke dalam resesi dengan konsekuensi mendalam dan tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Langkah-langkah yang diperlukan untuk mengendalikan penyebaran penyakit melalui karantina, pembatasan perjalanan, dan penutupan/penguncian wilayah menurunkan permintaan terhadap pasokan barang dan jasa yang cukup signifikan. Kegiatan ekonomi di bidang transportasi, perdagangan ritel, rekreasi, jasa perhotelan, dan pariwisata telah terpukul. Jatuhnya pasar saham merupakan respons ekonomi langsung/tak langsung atas kebijakan penanganan COVID-19 yang tidak jelas arahnya.

    Gangguan rantai pasokan menghentikan industri manufaktur dan membuat harga-harga komoditas berjatuhan, khususnya minyak, semakin memperparah dampak ekonomi pandemi. Kondisi ini mengguncang pasar keuangan, memperketat kondisi likuiditas di banyak negara, menciptakan arus keluar modal yang belum pernah terjadi sebelumnya dari negara-negara berkembang. Kondisi ini memberikan tekanan pada pasar valuta asing dan meninggalkan beberapa negara yang mengalami kekurangan dolar. Mata uang lokal yang lemah telah membatasi kemampuan pemerintah untuk stimulus fiskal pada skala yang diperlukan untuk menstabilkan kembali ekonomi dan untuk mengatasi krisis kesehatan juga kemanusiaan.

    Situasi di negara-negara berkembang, khususnya LDC (Least Developed Countries), LLDC (Landlocked Developing Countries (LLDC) dan SIDS (Small Island Developing States), perlu mendapat perhatian serius. Penyebaran virus ke negara-negara ini akan semakin melemahkan situasi makroekonomi yang sudah rapuh, di mana akumulasi utang telah melampaui pertumbuhan pendapatan bahkan sebelum krisis. Selain itu, negara tersebut umumnya belum mempunyai standar kebersihan dan sanitasi yang layak. Dasawarsa capaian pembangunan dalam mengatasi kemiskinan kembali terhempas, ketidaksetaraan dan ketimpangan makin memburuk. Gangguan pasokan makanan makin memperparah asupan nutrisi, indikasi gizi buruk makin dalam menimpa kelompok paling rentan.

    Terkait krisis pembangunan yang kompleks dan pelik di atas, Pemerintah membutuhkan masukan dan dukungan dari para pakar serta masyarakat sipil untuk meredefinisi pembangunan, menginformasikan dan melegitimasi masalah, meninjau aksi kebijakan, dan evaluasi. Bentuk masukan tersebut penting utamanya untuk melegitimasi pilihan kebijakan yang diambil pemerintah dalam situasi berisiko tinggi. Guna menjaga kualitas dan kebermanfaatan pilihan kebijakan yang diambil; ruang masukan dan dukungan tersebut hendaknya diisi oleh para pakar dan masyarakat sipil dengan informasi dan bukti dukung yang kuat (evidence). Artinya pemerintah memerlukan dasar untuk pengambilan keputusan kebijakan yang sehat. Pemahaman oleh masyarakat sipil dan keahlian  dari para pakar terhadap aspek multidimensionalitas pembangunan dan koridor-koridor untuk mendapatkan informasi dan bukti dukung yang kuat menjadi kunci.

    Seiring meningkatnya kebutuhan publik terhadap proses pembuatan kebijakan berbasis bukti, maka para pakar dan masyarakat sipil (yang membutuhkan keterampilan untuk menyederhanakan dan mengkomunikasikan informasi teknis) serta para pembuat kebijakan (yang perlu menyeimbangkan pertimbangan politik dan tanggung jawab dalam penggunaan informasi ilmiah dan teknis) perlu melengkapi dirinya dengan pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang memadai tentang multidimensionalitas pembangunan, paradigma/sudut pandang melihat kondisi/persoalan, dan bagaimana mengevaluasinya.  “Evaluasi” di sini berguna untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan transparansi, akuntabilitas, dan pembelajaran atas proses pembangunan. Ranah masukan dan bukti dukung yang dapat dikontribusikan idealnya mencakup relevansi kebijakan, efektivitas, efisiensi, keberlanjutan, memberikan dampak kepada masyarakat langsung, dan koherensi kebijakan sebelum kemudian diputuskan secara politis/teknis. 

    Relevan dengan kebutuhan dan potensi di atas; pemerintah, para pakar, dan masyarakat sipil dapat secara kolaboratif mengambil keputusan-keputusan yang sifatnya strategis hingga teknis misalnya terkait bagaimana menentukan tingkat keparahan COVID-19 dalam suatu populasi, memproyeksikan lintasannya dari waktu ke waktu, dan memperkirakan dampak terburuk yang mungkin timbul. Baik mulai dari tahap pencegahan hingga mitigasi dengan lebih logis dan terukur.

    Lebih jauh, evaluasi pembangunan cukup sentral perannya utamanya untuk mendukung inovasi dan mendampingi seluruh proses adaptasi dari fase krisis ke recovery dan seterusnya. Evaluasi pembangunan memungkinkan proses pengamatan terhadap situasi dan berbagai realitas yang muncul dan terus bergerak dinamis dalam lingkungan yang kompleks. Inovasi-inovasi di sini dapat berupa penemuan proyek baru, program, produk, perubahan organisasi, reformasi kebijakan, dan intervensi sistem yang lebih mutakhir. Perubahan muncul dari interaksi dan lintasan waktu yang menghasilkan pembelajaran, evolusi, dan pengembangan. Inovasi ini diperlukan untuk menjawab kompleksitas dan dinamika lingkungan yang terjadi. Inovasi perlu dilakukan secara terus menerus supaya adaptif terhadap dinamika masalah dan potensi ketidakpastian (Patton, 2010). Dengan demikian para pakar, masyarakat sipil, dan pemerintah sebagai pemangku kepentingan utama pembangunan mempunyai navigasi yang jelas untuk mengambil keputusan yang tepat termasuk dalam situasi tersulit.

    Kita belajar bahwa di beberapa negara yang mengalami krisis COVID-19 merespon dengan dasar emosi bukan data. Ketakutan dan kecemasan menjadi dasar kebijakan penanganan krisis yang spontan dan irasional. Ketakutan dan kecemasan bisa menimpa siapapun termasuk dari para pemberi rekomendasi kebijakan (para pakar, masyarakat sipil, juga kalangan pemerintah sendiri). Rekomendasi kebijakan yang tidak didasari oleh bukti atau evaluasi yang memadai melainkan oleh emosi yang dilatari pengalaman pribadi seringkali menjadi bagian dari proses kebijakan dan digunakan sebagai strategi untuk mencari simpati dari masyarakat luas (Stone 2013)(Durnova 2019).

    Sementara beberapa negara lainnya proses penanganan krisis COVID-19 dilakukan berbasis bukti, kita bisa ambil contoh misalnya, pemerintah Taiwan, Singapura, dan Korea Selatan yang bertindak cepat untuk memberikan informasi dan pengujian secara masif untuk penduduknya (Apuzzo dan Gebrekidan 2020) sehingga tingkat infeksi dan fatalitas bisa dikendalikan. Sebaliknya, kita bisa sandingkan dampaknya dengan kebijakan serampangan dan kontradiktif yang dilakukan pemerintah AS yang justru menegasikan data (Lopez 2020). Contoh konkrit adalah saat Presiden Trump merekomendasikan untuk mengkonsumsi  klorokuin sebagai obat baru yang berpotensi untuk melawan virus corona. Lalu seperti dilaporkan oleh CNN, “Para pejabat kesehatan di Nigeria telah mengeluarkan peringatan tentang bahaya konsumsi klorokuin setelah mereka menemukan tiga orang di negara itu overdosis setelah mengkonsumsinya. Mereka terdorong mengkonsumsi setelah mendengar komentar Presiden Trump tentang penggunaannya untuk mengobati coronavirus” (Busari dan Adebayo 2020). Presiden Trump telah beberapa kali menentang ahli kesehatan, para pakar, kelompok masyarakat sipil, menabur kebencian, juga memberikan informasi palsu yang membuat kebingungan tentang tingkat keparahan dan karakteristik virus (Abadi et al. 2020). AS yang menjadi pusat episentrum COVID-19 baru, bahkan saat ini mengalami krisis sosial. 

    Dari kondisi di atas kita bisa refleksikan bahwa kebijakan pembangunan berbasis bukti penting untuk menunjang kebijakan yang efektif di masa krisis. Kebijakan yang menegasikan bukti dan menimbulkan kontroversi karena spekulasi atau emosi idealnya dihindari. Penyebaran informasi palsu secara cepat adalah momentum yang dimanfaatkan oleh para pencari rente untuk memperparah situasi krisis, menciptakan kebingungan dan konflik. Masyarakat terbawah yang akan terdampak langsung dan dirugikan. Masyarakat terbawah dengan kemampuan literasi terbatas akan menerima apapun keputusan pemerintah yang mereka percaya walau itu serampangan dan membahayakan hidup mereka.

    Umi Hanik, 30 Mei 2020 | Founder MONEV Studio
    *Artikel juga dapat ditemukan di http://monevstudio.org/krisis-kesehatan-global-dan-evaluasi-atas-kebijakan-pembangunan/


    Read more!

    Wednesday, December 18, 2019

    Bye rough 2019

    Well, December is the last call to reflect and to have better planning about myself being a better human next year.

    If someone asks, are you proud of all the effort you’ve made in 2019? I need a few seconds to take a deep breath, to think, and give some space before I responded

    Indeed I have been given a lot of strategic opportunities and energy this year, and I am so grateful for that. But honestly, is this really the reason I take a break from the study? I'm afraid I may betraying my own intention. Before I went back to school in 2017, I've been given with many more strategic positions and programs, instead, I decided to leave. I'm afraid I took the wrong decisions and repeating my own old mistakes (drown with works). Is money factor is the trigger or is it because socially I feel I don't belong anywhere?

    I want to start the new year fresh and on a new basis, and I have to consider my energy levels first. I'm not as young as 5 years ago for sure. But my brain is evolving deeper and deeper I guess. In 2018 I didn’t fully recharge myself, and that’s why I still feel this year has been rough.

    Five complex evaluation programs, 3 international conferences (one of them as the organiser), voluntary works for the associations, I did all of those works myself easily, but very little time for myself and for @monevstudio.

    I feel very enthusiastic in October about 2020, but now with what just happening in the UK, I feel uncertain, it's contagious. But I'm still hoping a miracle will happen by the end of this year

    My plate is too full now. Sometimes I just hate myself of being unable to manage demands. Can't say no. So my wish is simple for 2020, I wish I could have a way to be in the right shape back, and that the planets will allow it! Now and until the end of the year, or perhaps forever, I will need the chance to recharge, resolve the issues of reinventing of myself to be a better human being and start the new day every day with more power at heart.

    📸 Reunited with @herisagiman, and interacted with his boss the new director of national evaluation system Pak Hari, and Pak Basah the director of the development funding system. Both from the Ministry of Development Planning. SALAM MONEV💙

    Read more!

    Thursday, May 23, 2019

    Pemilu 2019: Ujian pendewasaan demokrasi di Indonesia?

    Sekedar coretan untuk refleksi bersama🙏🏽: Di post-truth era, sulit sekali pahami kompleksitas ‘truth’ & ‘falsehood', bedakan mana berita bohong dan mana fakta. Karena mencari kebenaran perlu skeptis, tanpa harus sinis; perlu berpikir terbuka tapi berpendirian; punya kemampuan mencerna serta memilah, dan mau mencari referensi pembanding; menolak dogma2 dan terus melatih akal sehat. Melawan hoax memerlukan kerja keras.

    Hoax adalah produk dari tehnik firehose of falsehood, atau tehnik semburan dusta yang dikembangkan oleh KGB dan digunakan Vladimir Putin ketika Rusia menganeksasi Crimea. Donald Trump gunakan tehnik ini dan menangkan pemilu Amerika Serikat pada 2016. Di Indonesia, kedua kubu diduga sama kuat sebagai produsen hoax yang kemudian berhasil menembus dan membalikkan pola pikir masyarakat modern/liberal menjadi konservatif. Menariknya, semburan dusta secara teori ternyata berguna untuk menanamkan nilai2 konservatisme yang mengancam masa depan demokrasi, seperti dijelaskan dlm artikel Ahmad Firdaus https://ahmadmfirdaus.com/2018/10/05/kasus-ratna-sarumpaet-dan-teknik-firehose-of-falsehood/. Cuman artikel ini menterjemahkan konservatisme secara terbatas menjadi kesukaan pada karakter pemimpin yang tegas, kuat, berwibawa, merujuk pada figur Prabowo. 

    Sementara definisi konservatisme lebih luas, yakni sebuah filsafat politik yang mendukung nilai2 tradisional, conservāre, sebagai usaha untuk lestarikan status quo, atau berusaha kembali kepada nilai2 dari zaman yang lampau, the status quo ante. Roger Scruton menyebut konservatisme sebagai “politik penundaan, yang tujuannya adalah mempertahankan, selama mungkin, keberlangsungan suatu organisme sosial". Artinya, konteks semburan dusta ini ditujukan untuk membungkam lawan politik demi melanggengkan kekuasaan. Para pekerja ham, pegiat pembangunan inklusif, dkk yang berpikiran modern/liberal juga menjadi korban semburan dusta karena mendiamkan bahkan mendukung penangkapan oposisi, pembubaran ormas, pembatasan akses social media, pemberangusan kemerdekaan berpendapat terutama dari kelompok Islam garis keras, dengan berbagai alasan.

    Kesewenangan penguasa yang didukung masyarakat ini lantas dimanfaatkan oposisi untuk mendulang simpati dengan memainkan isu agama yang kemudian dibeli inkumben. Maka jangan heran jika kelompok Islam garis keras yang anti perbedaan ini kemudian justru yang banyak mengkampanyekan jargon2 penghargaan HAM, entah karena kelompok tsb mulai mengakui human rights atau karena semata hak yang terberangus. Lalu kelompok yang tadinya menthogutkan pemilu, sekarang berbondong2 berpartisipasi dalam politik dengan mendatangi tps2 untuk gunakan hak pilihnya. Apakah ini dilatari semata oleh ketidakadilan politik yang dialami untuk perjuangan elektoral, atau perjuangan konstitusional bagi terbentuknya khilafah, atau memang mulai membuka diri. Perlakuan sewenang2 untuk kelompok ini melahirkan simpati elektoral dari kelompok Islam modern juga. 

    Fakta ini menguatkan teori semburan dusta dan kebangkitan konservativisme tadi.
    Tehnik Ini khas memprovokasi masyarakat dengan membangkitkan semangat primordialisme, kesukuan, keagamaan, dll untuk membangun supremasi mayoritas. Tapi untuk kasus pilpres ini unik, karena kedua kubu sesungguhnya memainkan isu yang sama sehingga menghasilkan suara yang hampir sama tapi menggerus suara inkumben karena isu2 strategis dan penting lainnya tenggelam. Inkumben harusnya bisa menang mutlak jika mampu mengkomunikasikan program2 dan capaiannya, karena inkumben mewakili karakter mayoritas: Jawa, Islam. Juga punya karakter untuk cenderung disukai: sopan santun, egaliter, bonus inkumben, latar belakang relatif bersih, ditambah wapres ulama besar NU.

    Tapi kemampuan komunikasi yang buruk, preferensi menempuh jalur represif terhadap kubu oposisi terutama untuk kelompok Islam garis keras, plus provokasi melalui semburan dusta dari kelompok Kristen garis keras yang berafiliasi dengan partai utama pendukung Jokowi, diperparah dengan semburan dusta dari lawan politik menyisakan situasi sekarang ini. Polarisasi massa dan kebencian mendalam terhadap figur Jokowi (dan Prabowo). Sementara tim dibelakang Jokowi sibuk dengan interest pribadi, jadi agen dan kapal keruk untuk kepentingan pemilik modal besar & keluarkan kebijakan2 yang tidak pro rakyat/ terkesan gak sinkron/kompak, paling banter menangkis hoax dengan hoax baru tanpa berbuat sesuatu yang lebih bermakna. Tim dibelakang Jokowi yang gagal menggarap ruang komunikasi massa ini memperparah antipati terhadap Jokowi. Hoax terparah adalah Jokowi anti Islam yang itu dipercaya oleh masyarakat luas.

    Secara umum banyak yang kita bisa pelajari bersama dari buruknya pemilu kali ini. Namun yang pasti, banyak dari kita yang lantang teriak "menolak lupa", tapi faktanya lupa menolak karena berbagai keterpepetan. Kalo kata Haris Azhar ex KontraS "ingat Luka masa lalu tapi LUPA menolak pelaku lama". Pelaku lama berulah dan cerita kesuraman berulang lagi. Masyarakat juga masih belum mentas dari imaji stabilitas ala ORBA semodern APA pemikiran mereka. Meme yang luas beredar tentang romantisasi polisi dan menegasikan fakta bahwa anak-anak jadi korban penanganan aksi yang berakhir represif menggambarkan imaji publik tentang definisi stabilitas ala ORBA. Masyarakat sipil mendiamkan, mendukung, bahkan membully yang mengungkap fakta bahwa ada korban anak-anak, petugas medis, dll. Kelompok ini berprilaku demikian karena kebencian mendalam kepada kelompok Islam garis keras sebagai salah satu pendukung kubu Prabowo. 

    Pembungkaman, penangkapan, hingga pembubaran kelompok tersebut tanpa proses yang dianggap adil dianggap sebagai hukuman atas prilaku mereka yang anti perbedaan. Islam menjadi komoditi kedua kubu dengan semburan-semburan dusta untuk kepentingan elektoral. Kelompok masyarakat modern/liberal (sekuler) berprilaku konservatif dalam mendefiniskan hukuman bagi kelompok oposisi ini. Indikasi konservatisme yang kembali DIGANDRUNGI oleh masyarakat adalah by design. Mengapa? Manusia tak bisa meninggalkan natural bias-nya ketika dibangkitkan pada isu identitas. Mendukung Jokowi artinya anti Islam, mendukung Prabowo artinya mendukung khilafah. Ini adalah fakta yang tak terelakkan. Langkah kecil menuju otoritarianisme dan langkah MUNDUR dalam upaya membangun demokrasi yang lebih berkualitas.

    Read more!

    Wednesday, October 03, 2018

    Theory and Results - based Monitoring & Evaluation for the National Integrated Services and Referral (IRS) System for Social Protection and Poverty Reduction Programs in Indonesia

    Presented at the Asia Pacific Evaluation Association (APEA) International Evaluation Conference 2016 in Hanoi, Vietnam, 21-25 November 2016

    Co-author. abdurrahman.syebubakar@mahkota.or.id

    More than 27 million Indonesians (10.96% of the population) continue to live below the poverty line and 30% of the population within 125% of the poverty line remain vulnerable to falling back into poverty. The Government of Indonesia is committed to lower the poverty rate from 10.96% in 2014 to 7-8% by 2019. In mid 2016, the Ministry of Social Affairs (MoSA) is implementing an Integrated Referral and Service System (IRS) for social protection and poverty reduction programs to “Increase effectiveness and efficiency of social protection system towards reduced poverty and inequality”. IRS will target the roll-out starting from 2016 to 2019 into 150 district/city locations throughout Indonesia.

    Having the above impact, the importance and relevance of identifying, measuring, and quantify/qualifying performance and results of IRS/SLRT in Indonesia is becoming high. IRS use two approaches for monitoring and evaluation (M&E), they are the theory based and results based M&E system to measure the model’s impact and the overall performance. Comprehensive and rigorous M&E framework is expected to provide comprehensive information and recommendations on activities, processes, output, outcome, and impact as part of the basis for improving on-going and post activity implementation and preparing for the next roll-out phase. The M&E will explore needs and gaps in social protection of poor and vulnerable people including abandoned women and children, disabled persons, elderly poor with no social assistance and others.


    The paper explores the IRS profile, intervention, and theory of change, as well as the M&E framework, questions, and design. 

    For full paper contact umi.hanik@yahoo.com

    Read more!

    Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com