“Your mother and I think that if the American economy can be billions in debt and still survive, so can you”. Haha, motivasi yang cerdas! Kasih orangtua memang tak ada duanya, bagaimanapun kondisi anaknya, orangtualah yang mau dan paling lapang menerima kembali, termasuk ketika Rabecca Bloomwood karakter utama film berlatar jurnalistik gayahidup ini dililit utang akibat gila belanja. Graham dan Jane, orangtua Rabecca yang merasa telah mengedukasi anaknya dengan pola hidup sederhana sejak kecil meski sempat terkaget-kaget tetap sigap mendampingi buah hatinya.
Belanja bagi penggilanya ibarat ketemu soulmate, tanpa banyak kata seketika meluncur dan meleleh di dalamnya, seperti mentega dan roti bakar. Dunia serasa menjadi lebih baik dengan belanja. Semakin banyak berbelanja, makin jauh lebih baik meski nyatanya tidak. Setidaknya itu definisi yang coba dihadirkan sang sutradara film tentang penggila belanja melalui pengakuan Rabecca-sang ratu belanja. Jika para penggila belanja memaknainya demikian, bagaimana dengan para penggila kerja?
Saya sebenarnya pengen ngomong, cuman..cukup mewakili nggak ya :).
Eniwei, dari perspektif saya, nampaknya gila kerja dimulai dari excitement berlebih terhadap pekerjaan; saya umpamakan seperti makan rawon..rasanya agak-agak asem ketika kuah yang kita seruput memasuki ujung lidah kita, satu detik..dua..tiga detik, segera kita akan merasakan manisnya. Begitu merasakan manisnya, saya akan merasa kurang jika hanya makan rawon satu atau dua sendok saja, saya mau satu mangkok penuh dengan kuah melimpah. Kalo perlu makan pagi, siang, dan malam tetap dengan menu yang sama: RAWON. Seperti diduga, besoknya saya akan merasa pusing-pusing karena kebanyakan rawon, mungkin tekanan darah naik agak tinggian (biasanya darah rendah, jadi mungkin kaget ^_^), ah nggak papa kan belum tentu setahun sekali makan rawon bikinan ibu, ups..focus jeng!
Nah gila kerja juga demikian, awalnya nggak enak dan berat namun begitu tantangan pertama terlewati kita akan terus haus untuk mencari tantangan berikutnya (yang lebih berat). Namun karena umumnya spesialisasi pekerjaan menghendaki untuk konsisten pada area pekerjaan yang sama akhirnya tantangan yang ada tidak terlalu mengedepan mengingat hal yang akan dikerjakan bukan hal yang baru-baru amat. Kompensasinya adalah menggabungan beberapa aktivitas sekaligus menjadi satu tantangan besar. Nah, akhirnya diambillah beberapa aktivitas sekaligus dalam sekali tebas. Menumpuk beberapa laporan hingga deadline, akibatnya musti begadang dalam beberapa hari, mematikan handphone dan jauh dengan social life, mengurung diri untuk konsentrasi, blablabla.
Kalo penggila belanja bermasalah dengan belitan utang akibat gesekan kartu kredit yang tak terkendali. Nah kalo penggila kerja kemungkinan akan bermasalah dengan kesehatan karena sering sakit akibat telat makan atau terlalu capai bekerja dan mengabaikan kehidupan pribadinya.
Gila belanja atau gila kerja saya pikir-pikir sama sakitnya, meski kasusnya beda tapi paling nggak cause, event, dan effect-nya mirip. Barang belanjaan dan pekerjaan yang menumpuk hanya sebagai obyek pengalihan, karena ada ruang kosong atau kehampaan yang melingkupi pelakunya. Dengan rajin berbelanja dan rajin bekerja, dunia serasa menjadi lebih baik. Dia merasa eksistensinya diakui, orang membutuhkan keberadaannya. Tapi ini baru hipotesa saya dan (moga-moga) bukan pengalaman pribadi, kalo iya tetap bersyukur karena bisa mendeteksi lebih awal dan semoga Allah mengampuni.
Pasrah pada ketentuan dari Yang Maha Menilai dan Maha Bijak sebagimana catatanNya dalam Al-An'am 132 "Dan masing-masing orang ada tingkatannya, (sesuai) dengan apa yang mereka kerjakan. Dan Tuhanmu tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan" Wallahu'alam bissawab...
Jujur, saya cukup terkesan dengan ending film yang simple tapi kena. Setelah sembuh dan jauh dari mall, Rabecca mulai belajar Bahasa Finlandia yang selama ini selalu dia jadikan bulan-bulanan karena menganggap tak ada yang menarik dengan Finlandia. Punya banyak waktu juga untuk dirinya, untuk mengejar hobi dan cita-citanya yang lain. Dan, yang perlu digarisbawahi dia akhirnya lebih memilih untuk berhubungan dengan yang bener-bener sayang dan peduli dengan dia tanpa syarat dibanding menjalin hubungan dengan kartu kredit yang hanya cinta jika taat bayar tagihan. Waaah...
Tapi saya lantas berpikir, kira-kira kalimat penghibur dan motivasi seperti apa yang akan dilontarkan para orangtua untuk anak-anak mereka yang gila kerja dan terlilit masalah karenanya...
Yang pasti Allah senantiasa hadir dengan motivasinya "Dan setiap orang memperoleh tingkatan sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan, dan agar Allah mencukupkan balasan perbuatan mereka, dan mereka tidak dirugikan" (Al-Ahqaf: 19). Yup, semangat!
Read more!