Jellyjuice Column

"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"

Hello there! Welcome aboard..you will straightly feel my expression when you first read the post title. My column is all about my concern about Indonesia and its surrounding. It's all about expressing myself with writings. I hope you enjoy all the writings posted in my column - Yes, it might not cheers you up, but I can assure you that you will poisoned and addicted to my writings :).

In my freestyle writing, you will shortly found emotion, passion, and connection with them. Please don't blame me if you experienced these. So, please join me to make writing as a mean for communication, meditation and energy channel for positivity. A way to find peace and harmony a-la Jellyjuice. So, if you have comments to write on please feel free to do so, flower or chocolate milk are also welcome :). Thanks for stopping by, please leave your blog's url so i can visit you back :). All and all, never stop expressing yourself to the world with writing !

Umihanik a.k.a Jellyjuice

| My mother drew a distinction between achievement and success. She said that achievement is the knowledge that you have studied and worked hard and done the best that is in you. Success is being praised by others. That is nice but not as important or satisfying. Always aim for achievement and later on success | Me on Facebook | Follow @umihanik_ME on Twitter| Me on Linkedin | Keep in touch with me? Read my daily notes^ | My short professional bio: Umi Hanik is professional in development evaluation who has been working for many bilateral/multilateral organisations in Indonesia for the past 17 years. She holds BA and master of economics in public policy and pursuing advanced master/predoctoral studies in development evaluation. She works as M&E specialist for Asian Development Bank (ADB) program with Mercy Corps International on a national strategy to promote agritech 4.0 informations extension for smallholder farmers to cope with extreme climate in Indonesia from Oct 2018-Jan 2020. Currently she also serves as evaluation consultant for KSI-DFAT, GIZ-PAKLIM, DREAM-JICA, SSC-JICA until April 2020. Among her outstanding works, she has contributed to the national development planning, budgeting, monitoring and evaluation reforms in Indonesia. Her current research interest is in the politics of evaluation and the politics of social interventions for the poor. And along with her professional career, she has contributed to the evaluation society by motivating, supporting, and mentoring young and emerging evaluators in Indonesia. She has also very active in the effort of establishing the national/regional evaluation association. She is the founding members of Indonesian Development Evaluation Community (InDEC)*, Board Directors of Asia Pacific Evaluation Association (APEA)**, and Management members of EvalGender+***. Being adaptive with 4.0 industrial revolution call and during her evalreflection, in April 2018 she starting to develop MONEVStudio, a startup to promote sustainable development and evaluation literacy and inclusiveness. P.s. MONEV is a popular acronym in Indonesia for MONitoring and Evaluation. Drop her an email at umi.hanik@outlook.com for her latest cv. *) InDEC (http://indec.or.id/index.php/79-profile/71-profile-of-indec) is a Voluntary Organization for Professional Evaluation (VOPE) was founded on June 4th 2009 aiming at promoting qualified M&E professional; to enhance knowledge, capacity, and experience sharing among M&E professionals in Indonesia; and to promote better M&E practice for the development process in Indonesia, regional and international. Full profile/history read here http://www.ioce.net/en/PDFs/national/2012/Indonesia_InDEC_CaseStudy.pdf **) https://www.facebook.com/AsiaPacificEvaluationAssociationApea/ ***) https://www.evalpartners.org/evalgender


Chat Corner

Name :
Web URL :
Message :
:) :( :D :p :(( :)) :x

Paper Collections

  • M&E PHLN antara teori kebijakan dan praktik
  • MRV of the NAMAs
  • Performance Budgeting and M&E
  • M&E Penyelamat Instansi Pemerintah
  • M&E dan Pemanfaatan PHLN
  • Subsidi Minyak Goreng
  • Stimulus Fiskal 2009
  • Ekspor & Pembiayaan
  • Energi & APBN 2008
  • APBN, Investasi, Tabungan
  • Pembangunan Perdesaan
  • Banjir, Infrastruktur, Pangan
  • Ekonomi 2008
  • Catatan RUU APBN 2009
  • Pelaksanaan APBN 2006
  • Penanganan Krisis 2008
  • Reformasi Perpajakan
  • Ekonomi 2003
  • Pangan dan Inflasi
  • Krisis Global dan Pangan
  • Krisis, Ekspor, Pembiayaan
  • M&E Alignment, Aid Effectiveness
  • Postur RAPBN 2009
  • Pangan & Problematikanya
  • Kebijakan M&E Pinjaman Luar Negeri
  • Pertanian & Kedelai
  • Masalah Ketenagakerjaan
  • Subsidi BBM


  • Also available at :
  • umihanik@docstoc.com
  • umihanik@slideshare.net
  • Virtual Mate

  • Dadang
  • Finding : Hani
  • Mpud Ndredet
  • Tiara
  • Taman Suropati
  • Muhyiddin
  • Ponakan
  • Birokrat Gaul
  • Fahmi Oyi
  • Asal Njeplak
  • Bastomi
  • Cak Lul
  • Ery Ecpose
  • Berly
  • Robby
  • Pak Zuki
  • Previous Post

    Credit

    My Engine : Blogger
    My Campus : Google State University
    My Virtual Family : Blogfam
    Al-Hidayah : Free Education for All




    online



    Monday, March 09, 2009

    ARUS UTAMA PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN TATA KELOLA PERTANIAN DALAM ARTI LUAS : SKENARIO PENYELAMATAN DESA DAN SEKTOR PERTANIAN DARI DAMPAK KRISIS GLOBAL

    -->
    Kondisi ekonomi global dewasa ini nampak murung dan kurang menguntungkan. Krisis sebagai penyebab tidak saja meruntuhkan sendi-sendi perekonomian Amerika, namun telah menjalar ke negara maju lainnya, serta telah berimbas pula ke berbagai negara di dunia. Krisis telah menyebabkan kerugian besar di berbagai Negara termasuk Indonesia. Namun berbagai langkah antisipasi dan instrumen penanganan yang dilakukan oleh pemerintah nampak berat sebelah. Hal ini ditunjukkan dengan postur fiskal yang diajukan akhir tahun lalu dan paket stimulus yang baru saja disetujui oleh DPR menjelang masa penutupan sidang kemarin.
    Para pakar tak henti-hentinya berujar diberbagai media baik televisi maupun koran bahwa wilayah pedesaan menerima dampak krisis ekonomi global lebih berat daripada wilayah perkotaan di Indonesia. Dampak dari krisis ini telah menyebabkan turunnya harga komoditas pertanian dan petani harus menanggung penurunan harga paling besar. Para petani terpaksa harus menerima kerugian yang lebih besar karena para eksportir dan perusahaan inti yang menekan kerugian dengan cara melakukan pass on atau membebankannya kepada petani yang tidak memiliki posisi tawar. Dengan demikian pendapatan petani semakin tergerus dan menurunkan nilai tukar petani (NTP).
    Hal lainnya, perusahaan inti umumnya akan mendahulukan untuk menyelamatkan ladang pertanian miliknya sendiri untuk mengatasi penurunan permintaan ekspor komoditi pertanian sehingga pembelian dari petani akan dihentikan. Dampak berantai yang akan timbul antara lain keputusan petani untuk tidak memelihara ladang pertaniannya dan memberhentikan buruh tani yang diperkerjakan atau terjadi PHK secara informal. Akibat lebih jauh adalah petani kehilangan produktivitas dalam jangka panjang, antara lain karena tidak ada perawatan lading pertanian dan petani kehilangan potensi pendapatan jangka panjang.

    Akibat lain yang luput dari antisipasi pemerintah adalah peluang terjadinya ledakan pengangguran di desa karena pekerja yang terkena PHK umumnya akan kembali ke kampung halaman dan menganggur. Termasuk korban PHK tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang akan kembali ke desa. Beban limpahan penganggur tersebut menyebabkan produktivitas pertanian menjadi turun dan kesejahteraan juga turun. Keadaan menjadi lebih berat karena desa harus menanggung dua beban, yaitu terimbas oleh krisis dan menerima limpahan beban pengangguran dari kota dan luar negeri.
    Selain itu yang lagi-lagi luput dari perencanaan pemerintah adalah karena selama empat tahun terakhir tingkat inflasi di wilayah pedesaan lebih tinggi dari perkotaan yang disebabkan oleh adanya arus barang dari kota kembali ke desa. Komoditas pertanian yang semula berasal dari desa dalam beberapa waktu kemudian harus kembali ke desa dan petani membeli kembali dengan harga yang lebih mahal. Kondisi infrastruktur di wilayah pedesaan juga menambah sebab keterpurukan desa. Masalah yang muncul di atas sebenarnya merupakan akumulasi dari berbagai persoalan ketimpangan pembangunan yang mengemuka. Harus diakui selama berjalannya pemerintahan sektor pertanian yang menjadi penopang sebagian besar masyarakat Indonesia (terutama di perdesaan) terabaikan. Hal ini dibuktikan oleh berbagai fakta empirik yang ada.
    Menurut data yang direlease oleh BPS, per Februari Agustus 2007-2008 sektor pertanian masih menjadi kontibutor terbesar dalam menyerap angkatan kerja nasional yakni mencapai 40% lebih, jauh jika dibanding sektor manufaktur yang hanya mampu menyerap kurang dari 15%. Dalam penetapan kebijakan anggaran tiap tahun-pun sektor pertanian dan pembangunan perdesaan tidak menjadi perhatian utama. Lebih jauh, lagi-lagi pemerintah menampakkan ketidakberpihakannya terhadap desa, para petani dan sektor informal lainnya. Profil paket stimulus yang diajukan oleh pemerintah sangat timpang dan lebih banyak terserap ke sektor formal atau manufaktur. Sektor pertanian meskipun menjadi primadona di dalam negeri nyatanya tidak cukup untuk meyakinkan pemerintah bahwa sektor tersebut juga perlu proteksi. Pemerintah dengan pemikirannya berasumsi bahwa ekonomi masyarakat pekerja formal-lah yang hanya bisa diandalkan untuk menjadi leverage factor bagi pencapaian target pertumbuhan. Dengan demikian penghematan pembayaran pajak dengan berbagai asumsi multiplier effect-nya menjadi pilihan dan mendapatkan porsi stimulus terbesar, lebih dari 70%.
    Seperti dinyatakan oleh pemerintah, proporsi tersebut diarahkan untuk menjaga daya beli masyarakat melalui penurunan pajak pendapatan. Perlu digarisbawahi, para petani, nelayan, dan pekerja informal lainnya tidak turut menikmati fasilitas pajak tersebut, jadi daya beli masyarakat golongan ini akan tetap tertekan. Dengan paket stimulus, diharapkan masyarakat dapat melakukan spending yang lebih besar dan industri manufaktur masih dapat hidup dan terus berproduksi karena masih tingginya permintaan dari pasar domestik. Sedikit catatan, pemerintah tidak mengantisipasi turunnya bea masuk impor yang akan menjadi insentif bagi para importir untuk membanjiri supply pasar domestik dengan barang-barang impor.
    Lebih lanjut, alokasi yang benar-benar ditujukan untuk masyarakat perdesaan dan penanggulangan kemiskinan angkanya kurang dari 15% dari total dana stimulus yang diajukan. Kekawatiran akan meledaknya angka pengangguran sebagai akibat pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran dan lumpuhnya sektor industri yang selama ini didengung-dengungkan dan menjadi justifikasi pemerintah untuk mengalokasikan porsi yang besar untuk sektor formal tersebut tidaklah sepenuhnya salah namun hendaknya juga diiringi dengan perhatian yang berimbang pada sektor lainnya. 40% masyarakat kita yang bergantung di sektor pertanian menjadi pertaruhan.
    Memikirkan instrumen yang tepat untuk menjaga daya beli petani, nelayan, dan pekerja informal memang rumit. Insentif melalui kenaikan harga dasar komoditas pertanian saja tidak cukup bagi petani untuk menanam dan mendapatkan penghasilan lebih dari produksi tanamannya. Petani akan terus merugi dan miskin selama pemerintah tidak mempunyai mainstream untuk memajukan sektor pertanian. Pasokan pupuk yang seringkali langka dan mahal, infrastruktur dan teknologi pertanian yang tidak mendukung, serta masih dibanjirinya pasar domestik dengan produk impor adalah potret sehari-hari sektor pertanian kita dalam beberapa periode terakhir dan tidak mustahil akan kembali terulang di tahun-tahun mendatang.
    Adapun insentif melalui industri dengan harapan ongkos produksi dapat ditekan dan pasar barang menjadi lebih murah juga akan menemui kendala berarti jika petani dan pekerja sektor informal tidak dapat mempertahankan pendapatannya. Dengan demikian, dapat dimaklumi jika kemudian pemerintah lebih memilih langkah praktis dengan memakai instrumen pajak untuk pekerja formal yang jelas datanya dan penghasilannya. Purchasing power masyarakat yang dapat diselamatkan oleh pemerintah hanya sebesar 15%, sedangkan masyarakat yang terserap di sektor pertanian yang selama ini secara ekonomi sangat sensitif terhadap perubahan harga tidak dapat berbuat apa-apa. Ya, kita harus menerima fakta tersebut.
    Namun hendaknya pemerintah perlu untuk segera mengeluarkan cetak biru pembangunan yang berpihak pada sektor pertanian dengan me-mainstream seluruh instrumen kebijakannya untuk membangun sektor pertanian dalam arti luas dan pembangunan perdesaan secara menyeluruh. Solusi tersebut merupakan pemikiran yang muncul dari berbagai pertimbangan utamanya jika mengingat sektor pertanian yang selama ini menjadi andalan masyarakat memiliki kontribusi yang cukup signifikan bagi 1) Penyediaan dan penyerapan tenaga kerja yang besar; 2) Tidak menggunakan kapital yang terlalu intensif seperti misalnya sektor industri manufaktur; 3) Tidak tergantung pada modal asing yang saat ini semakin terbatas; dan 4) Dapat membantu mengurangi kebutuhan devisa impor dan mengurangi angka kemiskinan. Tidak rumit jika ada kemauan dan kepekaan untuk mengentaskan masyarakat desa dari rantai kemiskinan. Ya, mainstream pembangunan pada sektor pertanian adalah jawabannya. (Umi Hanik 9 Maret 2009 bertepatan dengan Maulid Nabi Muhammad SAW)

    Read more!

    ARUS UTAMA PEMBANGUNAN PERDESAAN DAN TATA KELOLA PERTANIAN DALAM ARTI LUAS : SKENARIO PENYELAMATAN DESA DAN SEKTOR PERTANIAN DARI DAMPAK KRISIS GLOBAL

    Kondisi ekonomi global dewasa ini nampak murung dan kurang menguntungkan. Krisis sebagai penyebab tidak saja meruntuhkan sendi-sendi perekonomian Amerika, namun telah menjalar ke negara maju lainnya, serta telah berimbas pula ke berbagai negara di dunia. Krisis telah menyebabkan kerugian besar di berbagai Negara termasuk Indonesia. Namun berbagai langkah antisipasi dan instrumen penanganan yang dilakukan oleh pemerintah nampak berat sebelah. Hal ini ditunjukkan dengan postur fiskal yang diajukan akhir tahun lalu dan paket stimulus yang baru saja disetujui oleh DPR menjelang masa penutupan sidang kemarin. 

    Para pakar tak henti-hentinya berujar diberbagai media baik televisi maupun koran bahwa wilayah pedesaan menerima dampak krisis ekonomi global lebih berat daripada wilayah perkotaan di Indonesia. Dampak dari krisis ini telah menyebabkan turunnya harga komoditas pertanian dan petani harus menanggung penurunan harga paling besar. Para petani terpaksa harus menerima kerugian yang lebih besar karena para eksportir dan perusahaan inti yang menekan kerugian dengan cara melakukan pass on atau membebankannya kepada petani yang tidak memiliki posisi tawar. Dengan demikian pendapatan petani semakin tergerus dan menurunkan nilai tukar petani (NTP).

    Hal lainnya, perusahaan inti umumnya akan mendahulukan untuk menyelamatkan ladang pertanian miliknya sendiri untuk mengatasi penurunan permintaan ekspor komoditi pertanian sehingga pembelian dari petani akan dihentikan. Dampak berantai yang akan timbul antara lain keputusan petani untuk tidak memelihara ladang pertaniannya dan memberhentikan buruh tani yang diperkerjakan atau terjadi PHK secara informal. Akibat lebih jauh adalah petani kehilangan produktivitas dalam jangka panjang, antara lain karena tidak ada perawatan lading pertanian dan petani kehilangan potensi pendapatan jangka panjang.

    Akibat lain yang luput dari antisipasi pemerintah adalah peluang terjadinya ledakan pengangguran di desa karena pekerja yang terkena PHK umumnya akan kembali ke kampung halaman dan menganggur. Termasuk korban PHK tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri yang akan kembali ke desa. Beban limpahan penganggur tersebut menyebabkan produktivitas pertanian menjadi turun dan kesejahteraan juga turun. Keadaan menjadi lebih berat karena desa harus menanggung dua beban, yaitu terimbas oleh krisis dan menerima limpahan beban pengangguran dari kota dan luar negeri..... see read more!

    Read more »

    Read more!

    Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com Get awesome blog templates like this one from BlogSkins.com