Kasih Ibu Sepanjang Jalan
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
| My mother drew a distinction between achievement and success. She said that achievement is the knowledge that you have studied and worked hard and done the best that is in you. Success is being praised by others. That is nice but not as important or satisfying. Always aim for achievement and later on success | Me on Facebook | Follow @umihanik_ME on Twitter| Me on Linkedin | Keep in touch with me? Read my daily notes^ | My short professional bio:
Umi Hanik is professional in development evaluation who has been working for many bilateral/multilateral organisations in Indonesia for the past 17 years. She holds BA and master of economics in public policy and pursuing advanced master/predoctoral studies in development evaluation. She works as M&E specialist for Asian Development Bank (ADB) program with Mercy Corps International on a national strategy to promote agritech 4.0 informations extension for smallholder farmers to cope with extreme climate in Indonesia from Oct 2018-Jan 2020. Currently she also serves as evaluation consultant for KSI-DFAT, GIZ-PAKLIM, DREAM-JICA, SSC-JICA until April 2020.
Among her outstanding works, she has contributed to the national development planning, budgeting, monitoring and evaluation reforms in Indonesia. Her current research interest is in the politics of evaluation and the politics of social interventions for the poor.
And along with her professional career, she has contributed to the evaluation society by motivating, supporting, and mentoring young and emerging evaluators in Indonesia. She has also very active in the effort of establishing the national/regional evaluation association. She is the founding members of Indonesian Development Evaluation Community (InDEC)*, Board Directors of Asia Pacific Evaluation Association (APEA)**, and Management members of EvalGender+***.
Being adaptive with 4.0 industrial revolution call and during her evalreflection, in April 2018 she starting to develop MONEVStudio, a startup to promote sustainable development and evaluation literacy and inclusiveness.
P.s. MONEV is a popular acronym in Indonesia for MONitoring and Evaluation.
Drop her an email at umi.hanik@outlook.com for her latest cv.
*) InDEC (http://indec.or.id/index.php/79-profile/71-profile-of-indec) is a Voluntary Organization for Professional Evaluation (VOPE) was founded on June 4th 2009 aiming at promoting qualified M&E professional; to enhance knowledge, capacity, and experience sharing among M&E professionals in Indonesia; and to promote better M&E practice for the development process in Indonesia, regional and international. Full profile/history read here http://www.ioce.net/en/PDFs/national/2012/Indonesia_InDEC_CaseStudy.pdf
**) https://www.facebook.com/AsiaPacificEvaluationAssociationApea/
***) https://www.evalpartners.org/evalgender
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Monday, December 29, 2014Kasih Ibu Sepanjang Jalan
Beberapa
waktu lalu sempat baca data menarik tentang potret ketenagakerjaan.
Dari 8 negara di wilayah Asia, Indonesia ternyata menduduki posisi
tertinggi dalam Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) usia lanjut.
Tenaga kerja Indonesia lanjut usia mencapai 39,8% dibandingkan 8
negara seperti Cina, Jepang, Singapura, Hongkong, Malaysia, Taiwan,
Filipina.
Nah,
dari sini jadi teringat Ibuku. 31 Desember 2014 besok dia genap berusia
62 tahun. Meski belum masuk usia pensiun, menurutku cukup senja karena
sudah mulai sakit-sakitan. Di usia ke-62 ini, niat dan keinginannya
untuk mewujudkan segala hobi, kegemaran, dan cita-citanya belum luntur.
Hobi dan cita-cita yang sempat diendapkan selama berpuluh tahun karena
harus mengurus anak, mendukung pilihan suami yang mengabdi untuk
sekolah, yayasan, pesantren, santri, masyarakat, segala macam
organisasi/perkumpulan, dll; sekaligus menjaga anak tetap sehat dan
keluarga tetap utuh.
Seingatku, Ibu adalah sosok yang kuat dan tough.
Jaman dulu belum pernah menemui titik-titik air matanya dalam masa-masa
gelap perjuangannya merawat dan menyekolahkan kedelapan anaknya yang
jarak usianya rata-rata 1-2 tahun hingga perguruan tinggi. Bagi yang
ekonominya cukup atau berlebih, mungkin mudah. Tapi, Ibu dengan berbagai
keterbatasan karena ekonomi pas-pasan dan sering kurang akibat suami
yang cuman kepala sekolah dan guru/dosen muda yang waktu lebihnya banyak
dihabiskan di bidang sosial, menuntutnya berakrobat. Tak malu berdagang
ini itu, pinjam uang kesana kemari sekedar untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari atau untuk biaya kuliah anak. Tapi beruntung juga ibu tidak pernah sendiri karena selalu ada 1-3
santri yang membantunya membereskan pernik domestik, mulai dari
membersihkan rumah, memasak, mencuci, setrika, menyuapi anak, dll.
Ajaibnya,
anak-anaknya tak ada yang tau derita ibu di masa lalunya ini, karena
sepertinya semuanya serba tersedia dan beres. Jaman dulu, ibu selalu
menuruti mau anak-anaknya. Anak-anak baginya adalah segalanya. Mungkin
hanya kakak yang nomor 1 - panggil saja mas Udin - yang mengerti
bagaimana deritanya. Aku masih ingat waktu masih SMA merajuk minta
dibelikan jaket di mall baru dekat rumah, mas Udin nekat menghabiskan
uang beasiswa kuliahnya sekaligus untuk membelinya untukku, yang
konsekwensinya dia pasti sering puasa. Lalu waktu kuliah di Jember, aku
juga tinggal di asrama yang wah dan relatif mahal dibanding tempat
lainnya. Baju-bajuku juga lumayan bagus yang dibeli dari department
store ternama.
Pun
kakak yang satunya dan adik-adik lainnya. Tapi mas Udin hanya numpang
di sekretariat himpunan mahasiswa dikampusnya di Malang, dengan alas
karpet, dan baju cuman itu-itu aja. Waktu aku jadi ketua BEM, aku minta
dibelikan handphone untuk melancarkan komunikasi; ibu bersusah payah
membelikan SIM card yang waktu itu tidak segampang dan semurah sekarang,
untungnya mas Udin waktu itu sudah bekerja di Jakarta dan menghadiahiku
handphone baru. Aku masih ingat waktu itu ibu bilang "Maaf ya mbak, Ibu cuman bisa belikan kartunya saja". Aah, aku demanding banget waktu itu ternyata...
Ibu
beberapa tahun terakhir kondisi kesehatannya kurang baik. Ada masalah
dengan jantungnya dan mungkin sebagian memorinya akibat terserang stroke
beberapa tahun yang lalu yang membuatnya merasa seperti masih di
masa-masa lalu. Tapi ini tak mengurangi keaktifannya dan kasih sayangnya
ke semua anak-anaknya/cucunya. Cuman rasanya Ibuku yang sekarang beda
dengan yang dulu, sudah tak se-tough dulu. Belakangan sering melihat airmatanya mengalir tak jelas dan suka mutung terutama
ketika berselisih paham akibat diskusi yang kelewatan dengan abah
maupun anak-anaknya yang melebar jauh dari topik awal. Diskusi apapun
selalu berujung ke perdebatan, termasuk diskusi-diskusi tentang
cita-cita dan impian ibu yang ingin diwujudkan di hari-hari tuanya.
Cita-cita yang sebenarnya merefleksikan keinginannya untuk tetap produktif di hari tua "Ibu kalo bisa ngasih buat anak, dibutuhkan anak apalagi cucu, senang sekali" "Ibu gak mau kalo harus diam thenguk-thenguk dan bergantung pada anak-anak" "Ibu bisa tambah sakit" sambungnya. Ah mungkin alasan seperti ibuku ini yang menjelaskan kenapa banyak
manula-manula lain berkeliaran bekerja di jalanan siang malam lalu
membawa buah tangan entah untuk anak atau cucu di rumah. Tapi mungkin
kisah seperti ini dialami juga oleh sebagian besar ibu dan anak di berbagai belahan dunia. Tak heran pula banyak film yang mengisahkan ini.
Ibu, Selamat ulang tahun, terima kasih sudah menjadi ibuku. Semoga berkah usiamu dan moga bisa membantu mewujudkan mimpi-mimpimu...
|
<< Home