Presiden RI Dr. Soesilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 15 Agustus 2008 yang lalu telah menyampaikan Rancangan Undang-Undang tentang APBN tahun Anggaran 2009 di depan Sidang Paripurna DPR RI, Secara umum hal-hal yang menjadi fokus perhatian saya dalam rancangan tersebut antara lain mencakup:
- Pemerintah belum optimal dalam menetapkan target penerimaan pajak, mengingat secara bersamaan akan diberlakukan pula kebijakan penurunan dan pembebasan tarif bea masuk terhadap beberapa komoditi barang dan jasa yang akan menyebabkan hilangnya peluang penerimaan pajak yang lebih besar. Optimalisasi penetapan target penerimaan pajak diperlukan mengingat rendahnya realisasi, oleh karena itu hendaknya Pemerintah kreatif dalam menggali potensi penerimaan pajak dengan memaksimalkan realisasi penerimaan dari PPh dan PPn. Selain itu perlu juga dipikirkan tentang kebijakan stimulus bagi para pembayar pajak;
- Pada pos Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), penetapan target penerimaan PNBP masih sangat under estimate jika dihadapkan pada peluang kenaikan asumsi kenaikan harga minyak mentah dan turunnya cost recovery yang dibayarkan kepada kontraktor KPS. Peluang turunnya cost recovery ini memerlukan upaya serius dari pemerintah dengan melakukan evaluasi terhadap seluruh perjanjian kontrak migas nasional. Hal ini berlaku sama untuk peluang penerimaan dari sektor pertambangan yang dapat digenerate ke angka yang lebih besar;
- Terkait penetapan arah kebijakan belanja negara, nampak inkonsisten dengan tema pembangunan nasional yang diusung dalam RKP 2009. Yakni ā€¯Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pengurangan kemiskinanā€¯. Hal ini tercermin pada alokasi pembayaran bunga hutang dalam dan luar negeri yang cukup besar. Pos ini telah mengorbankan peluang alokasi untuk belanja barang sebesar Rp 76,5 Triliun dan belanja modal sebesar Rp 90,7 Triliun.
- Selanjutnya, dalam penetapan rancangan APBN 2009 ini pemerintah dinilai tidak mempunyai sense of crisis terhadap beban fiskal bangsa yang sudah terlanjur berat. Hal ini ditunjukkan oleh angka defisit yang cukup besar. Akumulasi defisit anggaran akan meninggalkan beban utang yang besar. Penetapan anggaran yang berdampak pada besarnya angka defisit disebabkan tidak adanya evaluasi dari realisasi anggaran yang lalu. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa hingga Triwulan III 2008, realisasi APBNP 2008 baru berkisar pada angka 35 persenan. Hal ini lantas menimbulkan kekhawatiran pada kualitas penyerapan anggaran utamanya pada bos belanja publik yang cukup besar.
- Terkait dengan langkah pemerintah untuk membiayai defisit APBN 2009 melalui penerbitan Surat Hutang Negara, selain beban bunga yang harus ditanggung cukup besar, hal ini juga dinilai kontra-produktif terhadap sektor riil, karena kemungkinan hilangnya peluang investasi baru senilai Rp 110,7 Triliun. Masyarakat atau investor akan cenderung untuk memilih berinvestasi dengan membeli obligasi karena faktor keamanan dan return yang besar. Dengan nilai yang cukup besar tersebut, maka hilangnya peluang investasi baru ini akan menyebabkan efek berganda lainnya yakni peluang tidak terserapnya angkatan kerja baru, menurunnya pendapatan, dan meningkatnya angka kemiskinan.
- Pembiayaan defisit melalui hutang luar negeri juga tidak strategis. Karena meskipun bunga yang dikutip kecil (berkisar diangka 2 persenan), namun kebijakan ini mengandung konsekuensi yakni adanya intervensi kebijakan pengelolaan dana hutang oleh pihak kreditor asing (donor driven).
- Selanjutnya, pada era globalisasi ekonomi dewasa ini, kapitalisasi modal dan aset adalah harga mutlak jika ingin survive dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Oleh karena itu pilihan pembiayaan defisit dengan melakukan penjualan aset merupakan pilihan yang sangat tidak strategis dan merupakan kebijakan bunuh diri.
- Mengingat berbagai pilihan pembiayaan defisit menimbulkan konsekwensi yang tidak strategis dan resiko tinggi, maka pemerintah didorong untuk melakukan perhitungan anggaran dengan pendekatan anggaran berimbang yang mengandalkan optimalisasi resource yang ada serta kualitas realisasi belanja anggaran.
- Selanjutnya, terkait dengan kebijakan penanggulangan kemiskinan, idealnya pemerintah fokus kepada sektor pertanian yakni dengan sasaran masyarakat petani dan nelayan. Mengingat sektor ini menyerap angkatan kerja nasional terbesar (sekitar 40%). Pemerintah hendaknya menyiapkan juga perangkat kebijakan yang konfrehensif utamanya terkait infrastruktur yang mendukung mencakup irigasi, dan sarana pendukung lainnya seperti jalan desa dan penyediaan sarana transportasi yang memadai khususnya pada daerah remote area. Selain itu pemerintah juga wajib memikirkan tentang program tatakelola paska produksi pertanian, mengingat dalam masa off farm kecenderungan masyarakat petani akan beralih profesi menjadi kuli bangunan, buruh, dst. Sementara untuk angkatan kerja perempuan pada sektor ini lebih banyak menganggur, hal ini lantas menimbulkan isu bias gender, dan isu-isu disparitas lainnya. Oleh karena itu guna menjawab masalah kemiskinan ini, fokus pada sektor pertanian dalam arti luas (tanaman bahan makanan, perikanan, perkebunan, peternakan, dan kehutanan) merupakan solusi. Dengan demikian jika pemerintah fokus pada sektor ini, maka pemerintah telah menuntaskan beberapa isu secara sekaligus.
- Terkait pendekatan perhitungan dalam penetapan asumsi makro sebagai dasar penyusunan Rancangan APBN 2009, pemerintah senantiasa under estimate terhadap berbagai fenomena ekonomi yang sedang berkembang. Mengingat adanya potensi resesi global yang akan dihadapi oleh APBN 2009 ke depan, maka pemerintah hendaknya berpikir out of the box dan membaca berbagai fenomena ekonomi yang sedang mengedepan, sehingga diharapkan produk perencanaan anggaran yang dihasilkan senantiasa mampu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang ada. Pemerintah sepertinya tidak belajar dari APBNP 2008 dimana berbagai asumsi yang ditetapkan meleset semua sehingga menimbulkan perkiraan realisasi defisit yang jauh lebih besar. Dalam penetapan asumsi makro ini, pemerintah idealnya lebih konservatif yakni dengan menetapkan besaran asumsi makro yang lebih aman, dengan demikian jika terdapat perubahan pada berbagai fenomena ekonomi yang ada maka APBN kita akan aman karena telah mampu mengantisipasinya, dan jika tidak ada perubahan yang cukup signifikan terhadap asumsi-asumsi yang ada maka akan terjadi surplus bagi anggaran tahun tersebut.
Read more!