Tulisan ini hanya pengantar untuk (mudah-mudahan) serial tulisan "rencana" saya ke depan, semoga menginspirasi, menjadi media belajar juga buat temen-temen untuk bisa berencana lebih baik dari saya, menjadi media belajar saya juga untuk rajin berencana dan berkomitmen mewujudkannya.
Pasti temen-temen sudah sering dengar "perencanaan lebih awal, akan memberikan hasil yang lebih baik". Saya juga meyakininya demikian, meski saya sering berkata untuk diri saya sendiri "seandainya saya punya knowledge yang cukup untuk berencana lebih awal, berencana diusia yang lebih muda lagi".
Tahun ini saya genap berusia 35 tahun, banyak yang tidak menyangka bahwa saya telah setua ini, begitupun saya, sering terkaget-kaget tiap tahunnya, tidak siap dengan segala konsekwensi dan tanggungjawab sebagai manusia dewasa, sebagai bagian dari keluarga dan masyarakat yang makin banyak tuntutan. Diantara banyak tuntutan itu, tuntutan untuk menikah dan untuk punya keturunan merupakan tuntutan terberat karena faktor intervensi Tuhan porsinya lebih besar. Ketidakpastiannya sangat tinggi dan diluar jangkauan saya. Tapi tuntutan yang satu ini menurut saya tidak cocok dinilai sebagai tuntutan, karena kesannya kok terpaksa gitu, hehe..saya disini meng-atribusinya sebagai hadiah atau bonus "hidup" saya nanti.
Sambil menjemput "bonus" tadi, mari kita lihat "tuntutan" "hidup" lainnya yang nampaknya abstrak tapi lebih "pasti", sangat umum dan lumrah di masyarakat kita. Ada tuntutan untuk menjadi anak berbakti, pribadi yang lebih baik, berguna bagi keluarga, lingkungan sekitar, masyarakat, menjaga kualitas keprofesian, memberikan manfaat dimanapun kita berada, syukur-syukur jika bisa dianggap (telah, sedang, akan) ikut menyumbang kecil-kecilan dari proses evolusi sistem dan kebijakan publik Republik tercinta ini untuk menjadi negara yang lebih baik, negara yang pro dan cinta kepada rakyatnya (siapapun yang memimpin).
Karena tuntutan-tuntutan ini sifatnya bisa kita kendalikan dari dalam, insya Allah kita MAMPU jika MAU, artinya faktornya hanya ada di diri sendiri, apakah saya mau? apakah saya mampu?
Lalu, meski Sapardi bikin puisi indah tentang Juni, sejak lima tahun lalu, bulan Juni adalah bulan yang berusaha saya hindari, saya benci tiap tahunnya. Apapun yang telah saya capai atau belum di titik ini, saya bersyukur. Tuhan sudah cukup baik dan sayang sama saya. Memberikan kesempatan kepada saya untuk merasakan pahit manisnya perjuangan, keberhasilan, keangkuhan, kegagalan, kegalauan, air mata, bangkit, jatuh, dan bangkit lagi, dst.
Ujian keberhasilan, pencapaian-pencapaian. Diuji dengan banyak teman dadakan, lalu satu persatu pergi karena kepentingannya telah didapat. Diuji dengan permusuhan dan kebencian justru dari orang2 yang dulu dekat. Ujian pekerjaan yang tidak dibayarkan sebagian dan mendapat penilaian yang tidak fair. Diuji dengan kehilangan orang yang disayang. Diuji dengan berita gembira tentang sekolah dan pekerjaan lalu dihempaskan lagi dengan berita anulir/pembatalan. Ujian kehilangan bagasi di negeri orang. Ujian dikriminalisasi. Ujian pengkhianatan. Ah, saya lebay nulisnya :D
Eniwei, saya melewati semuanya dengan senyuman di siang hari dan tangisan di malamnya.
Nah, kembali soal Juni, tiap bulan kelahiran saya tiba, beberapa tahun terakhir ini, saya selalu merasa kalah 10 langkah dengan Juni. Ya, kami berkompetisi, entah untuk apa, tapi setidaknya saya merasa demikian. Mungkin temen-temen yang seusia dengan saya juga mengalaminya :).
Hmm, saya harus menang dari Juni, saya gak boleh ketinggalan langkah lagi, bagaimana caranya? Ya, saya harus punya rencana "hidup". Jika "hidup" untuk diri sendiri saja, mungkin saya sudah merasa cukup, sudah selesai. Tapi bukankah fitrah kita menjadi manusia adalah berbagi. Kita dianggap berhasil sebagai "manusia" jika kita memberi manfaat buat sekitar kita. Lantas rencana "hidup" seperti apa untuk menjadi "manusia" tadi? Ya, rencana "hidup" yang memberikan dampak, aha!!
Caranya bagaimana? Kembalikan ke mimpi besarmu (atau mimpi ortumu, keluargamu, lingkunganmu), apa hal terbesar yang ingin kamu (bantu) wujudkan, itu adalah tujuan akhir yang harus kamu cantumkan dalam matrik rencana kerja "hidup"mu, mau dicapai dalam waktu berapa tahun? 20 atau 10 tahun ke depan? Untuk mewujudkan yang 10-20 tahun ke depan ini, tiap 5 tahunnya kamu harus mencapai apa? Lalu tiap tahunnya kamu harus melakukan apa saja untuk mencapai target 5 tahunan tadi?
Ya tulisan di atas kalo disimpulkan mungkin seperti slogan Agnes Monica yang kalo gak salah "dream" and "make it happen". Jadi mulailah buat rencana untuk mewujudkan "hidup"mu yang tersisa ini. Sebagai panduan saja, meski tidak ingin mendahului takdir Allah, karena umur ada padaNya, umat nabi Muhammad SAW rata-rata umur harapan hidup sampai dengan 65 tahun saja. Di usia yang ke-65 tahun nanti mau jadi apa kita? Mau ngapain? Mau keliling dunia? Mau bikin sekolah? Mau jadi inspirasi keluarga dan masyarakat? Cukup jadi kakek-nenek yang bahagia ngemong cucu? Jadi beban anak dan keluarga karena sakit-sakitan?
Dengan berencana, bukan berarti kita jadi manusia ambisius dan terlalu serius lhoo. Dengan punya rencana, tidak berarti hidup kita menjadi kaku kok, kita masih boleh dan bisa punya lame week, dll. Dengan berencana, "warna" hidup kita akan menjadi lebih baik dan berkesan. Tapi perlu dicatat, "make it happen" tidak akan terjadi kalo lame weeknya kelamaan, tidak fokus, gak konsisten atau tidak istiqomah, engga disiplin, ga ada kerja keras. Tolong diingat juga, rencana hanya alat bantu, yang bisa membuatnya terwujud ya kita, DIRI SENDIRI, kalo gagal atau meleset jangan salahkan Tuhan, jangan salahkan orang sekeliling, tapi evaluasi diri ya.
Ke depan kalo ada waktu luang lagi, insya Allah saya akan mencoba menulis tentang rencana keuangan, rencana sekolah, rencana punya rumah, rencana pensiun dini, rencana berinvestasi, rencana punya bisnis, rencana mengisi masa tua, rencana bikin novel/buku, dll. Mari berani bermimpi, mari berani berencana, dan yuk wujudkan, insya Allah :)
<< Home