
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Sunday, June 26, 2011
Terima Kasih Fajar ![]() Sekitar jam 8 lebih tadi malam - bersama adik saya Fathoni - kami ke kawasan Masjid Agung Sunda Kelapa, Menteng. Kebetulan waktu itu remaja masjid setempat mengadakan Itikaf dalam rangka Isra' Mi'raj, kebetulan pula pas dengan malam ulang tahun saya, dan satu laporan saya telah tuntas, jadi kenapa tidak ☺. Sesampainya disana, kami makan dulu. Saya pesan mie goreng jawa, sementara adik saya nasi goreng gila. Namun ternyata tempat duduk telah penuh, kami akhirnya numpang duduk di warung Tegal yang sudah mau tutup seraya pesan minuman panas pada si penjual karena merasa tak enak hati. "Maaf mbak, kami sudah tutup, bisa pesan yang di sana aja mbak" kata si Bapak santai sambil duduk-duduk dan mengarahkan telunjuknya ke pedagang yang ada di seberang warungnya, "Oh, kalo gitu nggak usah pak, kami numpang duduk di sini aja boleh?" lalu si Ibu yang sedari tadi sibuk bersih-bersih menimpali "Duduk aja gpp mbak, kalo nurutin nyari uang memang nggak ada habisnya mbak" masih lanjut, kali ini sambil ngelap meja "Saya dari jam 3 pagi udah buka mbak, jadi sekarang harus tutup dan pulang buat siap-siap besok pagi lagi" saya merespon "emang tinggal di mana buk?", "Deket sini aja kok mbak", sayapun manggut-manggut belum sempat berkata apapun. Beberapa detik kemudian nasi goreng gila adik saya datang dan langsung dilahapnya. Mengalihkan pembicaraan, saya coba tanya "gimana, sedap?", "kalah sama yang di kampus mbak" sahutnya pendek. Tak berapa lama, makanan saya-pun datang. Dari aromanya nampaknya cukup menggugah selera dan benar saja begitu sendok pertama, saya langsung berujar "mantap Ton". Lalu sambil makan, ekor mata saya masih mengikuti gerak ibu yang mungkin sudah jadi nenek itu. Si Ibu sedang sekuat tenaga menggosok dan membersihkan kaca etalase makanan. "Gila dapat tenaga dari mana ibu itu, jam segini masih kuat aja" gumam saya dalam hati. Si Ibu juga dibantu dua asisten yang sama-sama perempuan dan mungkin baru lulus SMP. Keduanya tampak sibuk menurunkan tv dan membungkusnya, mengepak perabot, dll. Praktis jam 9 mereka telah selesai dan mohon ijin mematikan lampu. “Monggo” sahut saya, dan merekapun pamit. Si Ibu mencangklong tas lusuhnya yang (mungkin) penuh (duit) hasil dagangan hari itu dan berjalan pulang dengan raut kelelahan. Tak ada senyum atau kegembiraan di antara garis-garis muka yang dalam dan mengeras di wajah yang telah menua itu. Tapi saya tahu ada sejuta kelembutan dibalik wajah keras si ibu. Hidup keras yang dijalaninya, mengeraskan pula tulang dan garis mukanya. Ah, melihat ibu-ibu pekerja di sektor informal dengan jam kerja panjang, menguras fisik-pun emosi memang selalu membuat nurani saya bergejolak. Apalagi ibu-ibu itu harusnya telah menikmati masa pensiun, mensyukuri masa-masa tuanya, dan memaknai sisa usia. Tapi, lagi-lagi saya hanya bisa melihat kosong dan tak kuasa bicara apapun. Sepeninggal Ibu itu dan segera setelah makan, kamipun memasuki masjid yang tentu disambut dengan atmosfir yang lain. Ada experience sharing dari beberapa dokter yang pernah jadi relawan MER-C untuk Palestine. Sempat pula mengikuti teleconference langsung dengan rekan-rekan MER-C di Jalur Gaza yang telah menyelesaikan 20% pembangunan struktur Rumah Sakit Indonesia di sana. Melihat dukungan dan doa dari tanah air - raut haru sekaligus gembira nampak melingkupi arsitek dan dokter (keduanya masih muda) yang mewakili jadi jubir relawan di sana. Lalu setelah sholat Shubuh berjamaah, acara ditutup dengan pengumuman kelulusan sekitar 10 anak asuh SMP dan SMA dengan nilai yang menggembirakan. Kesepuluh siswa itu seluruh fasilitas pendidikannya dibiayai oleh remaja-remaja masjid di situ. Ada pemuda, ada idealisme dan antusiasme, ada semangat mendobrak, ada harapan perubahan. Saya percaya ini template terbaik yang bisa ditempel untuk mendobrak dan merubah tidak hanya di satu isu ketidakadilan. Kalo kita bisa lakukan sedikit di Jalur maut Gaza, kita pasti juga bisa berbuat banyak untuk di dalam negeri. Keduanya penting. Terima kasih Allah untuk fajar di 26 Juni 2011 yang membuka mata kembali, pula untuk fajar yang lalu dan fajar-fajar baru di masa yang akan datang. Semangat ☺.
|
<< Home