Kasih Ibu Sepanjang Jalan
Read more!
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Monday, December 29, 2014Kasih Ibu Sepanjang Jalan
Beberapa
waktu lalu sempat baca data menarik tentang potret ketenagakerjaan.
Dari 8 negara di wilayah Asia, Indonesia ternyata menduduki posisi
tertinggi dalam Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) usia lanjut.
Tenaga kerja Indonesia lanjut usia mencapai 39,8% dibandingkan 8
negara seperti Cina, Jepang, Singapura, Hongkong, Malaysia, Taiwan,
Filipina.
Nah,
dari sini jadi teringat Ibuku. 31 Desember 2014 besok dia genap berusia
62 tahun. Meski belum masuk usia pensiun, menurutku cukup senja karena
sudah mulai sakit-sakitan. Di usia ke-62 ini, niat dan keinginannya
untuk mewujudkan segala hobi, kegemaran, dan cita-citanya belum luntur.
Hobi dan cita-cita yang sempat diendapkan selama berpuluh tahun karena
harus mengurus anak, mendukung pilihan suami yang mengabdi untuk
sekolah, yayasan, pesantren, santri, masyarakat, segala macam
organisasi/perkumpulan, dll; sekaligus menjaga anak tetap sehat dan
keluarga tetap utuh.
Seingatku, Ibu adalah sosok yang kuat dan tough.
Jaman dulu belum pernah menemui titik-titik air matanya dalam masa-masa
gelap perjuangannya merawat dan menyekolahkan kedelapan anaknya yang
jarak usianya rata-rata 1-2 tahun hingga perguruan tinggi. Bagi yang
ekonominya cukup atau berlebih, mungkin mudah. Tapi, Ibu dengan berbagai
keterbatasan karena ekonomi pas-pasan dan sering kurang akibat suami
yang cuman kepala sekolah dan guru/dosen muda yang waktu lebihnya banyak
dihabiskan di bidang sosial, menuntutnya berakrobat. Tak malu berdagang
ini itu, pinjam uang kesana kemari sekedar untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari atau untuk biaya kuliah anak. Tapi beruntung juga ibu tidak pernah sendiri karena selalu ada 1-3
santri yang membantunya membereskan pernik domestik, mulai dari
membersihkan rumah, memasak, mencuci, setrika, menyuapi anak, dll.
Ajaibnya,
anak-anaknya tak ada yang tau derita ibu di masa lalunya ini, karena
sepertinya semuanya serba tersedia dan beres. Jaman dulu, ibu selalu
menuruti mau anak-anaknya. Anak-anak baginya adalah segalanya. Mungkin
hanya kakak yang nomor 1 - panggil saja mas Udin - yang mengerti
bagaimana deritanya. Aku masih ingat waktu masih SMA merajuk minta
dibelikan jaket di mall baru dekat rumah, mas Udin nekat menghabiskan
uang beasiswa kuliahnya sekaligus untuk membelinya untukku, yang
konsekwensinya dia pasti sering puasa. Lalu waktu kuliah di Jember, aku
juga tinggal di asrama yang wah dan relatif mahal dibanding tempat
lainnya. Baju-bajuku juga lumayan bagus yang dibeli dari department
store ternama.
Pun
kakak yang satunya dan adik-adik lainnya. Tapi mas Udin hanya numpang
di sekretariat himpunan mahasiswa dikampusnya di Malang, dengan alas
karpet, dan baju cuman itu-itu aja. Waktu aku jadi ketua BEM, aku minta
dibelikan handphone untuk melancarkan komunikasi; ibu bersusah payah
membelikan SIM card yang waktu itu tidak segampang dan semurah sekarang,
untungnya mas Udin waktu itu sudah bekerja di Jakarta dan menghadiahiku
handphone baru. Aku masih ingat waktu itu ibu bilang "Maaf ya mbak, Ibu cuman bisa belikan kartunya saja". Aah, aku demanding banget waktu itu ternyata...
Ibu
beberapa tahun terakhir kondisi kesehatannya kurang baik. Ada masalah
dengan jantungnya dan mungkin sebagian memorinya akibat terserang stroke
beberapa tahun yang lalu yang membuatnya merasa seperti masih di
masa-masa lalu. Tapi ini tak mengurangi keaktifannya dan kasih sayangnya
ke semua anak-anaknya/cucunya. Cuman rasanya Ibuku yang sekarang beda
dengan yang dulu, sudah tak se-tough dulu. Belakangan sering melihat airmatanya mengalir tak jelas dan suka mutung terutama
ketika berselisih paham akibat diskusi yang kelewatan dengan abah
maupun anak-anaknya yang melebar jauh dari topik awal. Diskusi apapun
selalu berujung ke perdebatan, termasuk diskusi-diskusi tentang
cita-cita dan impian ibu yang ingin diwujudkan di hari-hari tuanya.
Cita-cita yang sebenarnya merefleksikan keinginannya untuk tetap produktif di hari tua "Ibu kalo bisa ngasih buat anak, dibutuhkan anak apalagi cucu, senang sekali" "Ibu gak mau kalo harus diam thenguk-thenguk dan bergantung pada anak-anak" "Ibu bisa tambah sakit" sambungnya. Ah mungkin alasan seperti ibuku ini yang menjelaskan kenapa banyak
manula-manula lain berkeliaran bekerja di jalanan siang malam lalu
membawa buah tangan entah untuk anak atau cucu di rumah. Tapi mungkin
kisah seperti ini dialami juga oleh sebagian besar ibu dan anak di berbagai belahan dunia. Tak heran pula banyak film yang mengisahkan ini.
Ibu, Selamat ulang tahun, terima kasih sudah menjadi ibuku. Semoga berkah usiamu dan moga bisa membantu mewujudkan mimpi-mimpimu...
Read more! |