Cerita di Balik Semangat Perlawanan
Read more!
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Friday, August 28, 2015Cerita di Balik Semangat Perlawanan
"Kau terpelajar, bersetialah pada kata hati" Pramoedya lagi-lagi mengingatkan dengan kata-katanya yang tajam mematri indra kita. Kata hati, kenapa kita harus percaya? apa iya kata hati selalu benar? bagaimana jika salah? kepada siapa lagi kita percaya? Apa jadinya jika kita terlalu percaya kepada kata hati, mengabaikan nalar dan pertanyaan-pertanyaan logis di atas? Sederet pertanyaan yang bergelut di kepala saya menyangsikan realibilitas si 'kata hati'.
Menjadi salah satu warga rusun yang berdiri di barisan depan melakukan perlawanan terhadap pengembang besar macam Agung Podomoro tentu tidak pernah masuk dalam rencana hidup saya. Saya yang waktu itu masih 'waras' (sekitar tahun 2012) sangat percaya diri bisa ikut sumbangsih mengurai benang kusut persoalan rusun dan menyelesaikannya. Apalagi banyak warga lain yang aktif punya kemampuan teknis dan semangat yang sama. Tapi rupanya kemampuan teknis saja tidak cukup, dibutuhkan kesabaran yang sangat tinggi dan kesamaan cita-cita/visi dari sesama warga yang berjuang untuk secara konsisten melawan hingga semua tuntutan dapat dipenuhi. Nah dari sini, kata hati saya mulai mengambil alih dan bertindak melebihi rasio alias 'kewarasan' saya menjadi energi dan semangat perlawanan yang luar biasa besar.
Perlawanan terhadap pengembang sesungguhnya tidaklah berat, asal warga bersatu, semua rintangan dan hambatan dari pengembang bisa dilewati dengan mudah. Nyatanya tidak seindah asumsi saya yang linier tersebut. Lawan dari dalam warga sendirilah yang menyita energi dan kesabaran untuk proses konsolidasi warga. Perjuangan melawan para oportunis dan warga yang apatis, masih bisa dikejar dengan edukasi dan advokasi yang masif. Tapi hingga saat ini belum ketemu obat penangkal musuh dalam selimut atau yang diam-diam masuk angin. Peer pressure juga tidak ngaruh. Kedua faktor tersebut paling besar dampaknya terhadap kegagalan perjuangan warga dari tahun ke tahun, warga yang digerogoti atau diracuni dari dalam, dipecah belah dan diadu domba.
Perjuangan warga yang sangat membuka diri terhadap relawan-relawan baru sangat rentan dimanfaatkan oleh para free rider dan rent seeker. Selama kurun waktu 2012-2015 aktif bersama-sama warga, sedih juga warga yang kita anggap sebagai kawan seperjuangan dan kita percaya untuk menjadi pemimpin kita diam-diam masuk angin dengan berbagai alasan. Kalopun tidak masuk angin, pecah karena silang pendapat. Hubungan antar warga yang hancur karena provokasi, adu domba, dan emosi selama proses.
Dalam periode tersebut, tentu masih ada beberapa warga yang konsisten dan masih senafas, meskipun definisi konsisten disini sangat beragam. Diantara mereka kemudian menjadi teman. Bahkan saya sendiri merasa ada satu teman yang menurut saya istimewa karena usahanya dahulu mengumpulkan warga tepatnya Maret 2012. Dia sang inisiator. Kemudian seiring mengenalnya lebih dekat, saya merasa nyaman dan jadi terlalu percaya dengan pemikiran-pemikirannya walau kadang terlalu provokatif.
Saya kehilangan dia sekarang akibat insiden yang membuat saya merasa terpukul berat dan perasaan kecewa karena dikhianati oleh dia. Insiden tersebut juga membuat saya membabi buta dengan pikiran dan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala saya "siapa kamu sebenarnya?", "kamu kaki tangan pengembang, sejak kapan?", "apa motif kamu?", "dibayar berapa?". Tidak berhenti disitu, saya juga beranalisis dan menyimpulkan kalo dia 'biang kerok perpecahan warga dan otak kegagalan perjuangan warga sejak awal'. Saya sadar, masuk angin adalah hal biasa dalam sebuah perjuangan, tapi saya tidak rela dia 'masuk angin' dan pergi meninggalkan saya. "Kamu tidak boleh masuk angin" dan meluncurlah pertanyaan dan kata-kata pedas dan menyakitkan untuknya yang saya sesalkan hingga hari ini.
Di titik ini saya bingung, antara kata hati dan rasionalitas. Yang pasti saya tidak sanggup kehilangan dia. Benar bahwa kita tidak tahu dia berharga sampai kita kehilangan dia. Saya sudah berusaha jujur tapi saya juga takut salah bicara dan makin menyakiti dia jika ternyata tidak benar. Membaca lembar kronologis perjuangan warga yang dia tulis, makin membuat saya menderita.
"Kamu harus kembali bersama-sama memimpin di garis depan, yakin kita menang!" "Kemenangan tidak akan ada artinya tanpa kamu. Kemenangan ini milik kita bersama, hasil kerja keras, air mata, dan keringat kita"
Read more! |