MONITORING DAN EVALUASI EFEKTIVITAS PEMANFAATAN PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI DI INDONESIA: ANTARA TEORI, KEBIJAKAN, DAN PRAKTIK*
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Saturday, November 16, 2013MONITORING DAN EVALUASI EFEKTIVITAS PEMANFAATAN PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI DI INDONESIA: ANTARA TEORI, KEBIJAKAN, DAN PRAKTIK*
Umi Hanik[1]
Heru Subiyantoro[2]
1.
Pendahuluan
Dalam upaya pemulihan ekonomi
paska krisis tahun 1998 pemerintah telah berupaya dengan berbagai cara untuk
mengembalikan perekonomian pada kondisi normal. Berbagai langkah pemulihan
antara lain: transisi demokrasi, pemisahan BI dari pemerintah dan parlemen,
reformasi hukum, birokrasi, dan berbagai peraturan yang terkait dengan
pemerintahan kesemuanya menuju arah baru. Termasuk desentralisasi atau pembagian
sebagian kewenangan pemerintah pusat kepada daerah.
Lembaga internasional dan
lembaga donor bilateral juga ikut memainkan peran yang cukup signifikan dalam
proses perubahan tersebut. Kehadiran mereka dalam proses pemulihan dalam wujud
bantuan pinjaman/hibah luar negeri. Bahkan, paska krisis sebagian besar
struktur anggaran kita terkait dengan pinjaman/hibah luar negeri.
Pinjaman luar negeri perlu
disesuaikan dengan kemampuan perekonomian nasional, karena dapat menimbulkan
beban Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) tahun-tahun berikutnya.
Untuk itu diperlukan
kecermatan dan kehati-hatian dalam pengelolaan pinjaman luar negeri, demikian
diisyaratkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) No 2/2006. Sehingga hal ini dapat
dimaklumi mengingat perkembangan APBN menunjukkan posisi pinjaman luar negeri
yang berat.
Dollar dalam serial
penelitiannya menyatakan, bantuan luar negeri akan membawa manfaat yang besar
jika dikelola dalam lingkungan dengan kebijakan yang baik, manajemen yang baik,
dan lembaga yang juga baik. Selanjutnya, Wangwe (1997) dalam salah satu
studinya menyatakan lemahnya mekanisme monitoring dan akuntabilitas pengelolaan
utang luar negeri berakibat pada gagalnya pemenuhan terhadap komitmen pemanfaatan
utang luar negeri[i].
Selama kurun waktu 1970 dan 1980an, fungsi evaluasi telah banyak
dibicarakan dan akhirnya fungsi evaluasi tersebut dilembagakan ke dalam sistem
kebijakan publik. Kebanyakan lembaga donor juga menganut hal yang sama untuk
efektivitas bantuan mereka dengan membentuk unit evaluasi dalam struktur
administratif mereka (Berlage and Stokke, 1992)[ii]. Terkait hal tersebut Pemerintah-pun sebenarnya bukannya
tidak bertindak. Mereka telah menerbitkan berbagai instrumen, regulasi, dan
infrastruktur untuk mendukung tatakelola pinjaman luar negeri ke arah yang
lebih baik termasuk terhadap fungsi monitoring dan evaluasi... (selengkapnya silahkan unduh di link berikut: http://www.slideshare.net/umihanik/bunga-rampai-2-ykpn-monev-phln-antara-kebijakan-praktikdeklarasi-paris)
*) Telah dipublikasikan dalam Seri Bunga Rampai Manajemen
Keuangan Daerah, Edisi Ketiga Bab 21, hal. 231, April 2012, UPP STIM YKPN
Yogyakarta
[1]
Spesialis Monitoring dan Evaluasi Kebijakan Publik, Bekerja pada Bank
Dunia (saat menulis)
[2] Professor dan Staf
Pengajar pada Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas
Ekonomi-Universitas Indonesia dan menjabat sebagai Sesditjen Perimbangan
Keuangan pada Kementerian Keuangan
[i] Hal ini juga mengakibatkan turunnya
kepercayaan dari lembaga donor dan mau tidak mau juga berakibat pada turunnya
kredibilitas pemerintah di mata lembaga donor. Senada, Berlage and Stokke (1992) berpendapat bahwa kebanyakan lembaga
donor juga menganut hal yang sama untuk efektivitas bantuan mereka dengan
membentuk unit evaluasi dalam struktur administratif mereka.
[ii] Wangwe, Samuel M (1997; p.6): The
Management Of Foreign Aid In Tanzania: Economic
and Social Research Foundation (ESRF)
Discussion Paper No. 15
|
<< Home