Plagiarisme dan Kejujuran Menulis
Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Thursday, July 09, 2015Plagiarisme dan Kejujuran Menulis
"Hmm..tugas yang kamu buat bagus sekali, kamu menulis sendiri? Saya sepertinya pernah baca tapi lupa di mana. Besok temui Ibu di kantor BP, kita bicara." Tegur seorang guru pada salah satu siswanya di sebuah SMA negeri di Batu usai kelas bubar. Siswa baru SMA kelas 1 yang polos, penakut, pemalu, dan tidak punya kepercayaan diri itu dengan ragu-ragu dan takut menjawab "Saya menulis sebagian dengan mencontoh bacaan yang ada di buku pelajaran Bahasa Inggris kelas 3 bu, kenapa bu, apa saya salah?" tanyanya terbata-bata dan suara gemetar ketakutan. "Hmm, gak papa, nanti kita bicara di kantor BP ya" tegas si Ibu Guru. Dan rupanya percakapan di kantor BP tidak pernah terjadi, mungkin si Ibu Guru telah melupakannya, mungkin juga siswa baru tersebut terlalu sensitif. Namun yang pasti, shock dan trauma mendalam terjadi pada siswa yang kemudian membentuk karakter dan standar tulisan dia berikutnya.
Siswa baru tersebut adalah saya. Teguran tersebut seperti kilat yang menyisakan trauma tersendiri. Sejujurnya tulisan sepanjang 1-2 halaman tersebut 70% adalah karya sendiri yang mengangkat cerita tentang kebudayaan ibu saya suku Madura yakni Karapan Sapi, jadi cerita fiksi dipadu dengan ilmiah, kira-kira demikian imajinasi menulis saya waktu itu. Untuk melengkapi tulisan, saya mencari bacaan yang terkait dengan karapan sapi. Jaman dulu belum ada internet, jadi belum bisa googling. Kebetulan di rumah saya ada perpustakaan abah saya dan saya ingat pernah baca di salah satu literatur Bahasa Inggris kelas 3 milik kakak saya, jadi lengkaplah tulisan saya dengan literatur yang menunjang.
Cuman kelas 1 SMA tidak ada pelajaran tentang metodologi penulisan atau etika menulis. Bagaimana perlakuan penulis terhadap referensi dan kutipan dari tulisan lain, sementara kebutuhan untuk memahami hal tersebut mendesak untuk pengembangan tulisan. Saya suka menulis sejak kecil. Tidak pernah belajar secara khusus, otodidak saja. Tidak ada yang membimbing, mengajari dan memaksa saya untuk menulis. Keluarga abah dan ibu saya sangat tradisional. Abah sayalah satu-satunya dari keluarga besar yang menamatkan pendidikan hingga sarjana diantara saudara-saudaranya yang hanya tamatan SMA. Namun abah sangat sibuk. Saya juga tidak ada panutan dalam menulis, jaman kecil saya cuman ingin menulis seperti kakak sulung saya. Sementara jaman mahasiswa, saya pengagum berat Pramoedya Ananta Toer.
Saya terbiasa dan suka menulis dari kecil ketika saya baru bisa membaca. Saya menulis tanpa script tapi langsung mengetikkan di mesin ketik konvensional milik ayah saya, kebiasaan menulis tanpa script atau kerangka menulis ini terbawa sampai sekarang. Mungkin karena dari balita terbiasa melihat keasyikan jari-jari abah saya yang lincah menari-nari di tuts mesin ketik, jadi saya kenal menulis ya langsung dengan menggunakan mesin ketik, bukan menulis dengan pensil di selembar kertas. Dulu saya juga suka membaca-baca terutama tulisan dan buku-buku kakak sulung saya. Yang paling saya suka waktu itu cerita Lupus yang lucu dan mengalir. Saya-pun berusaha membuat cerita Lupus versi saya. Imajinasi coba saya bangun dengan kelucuan di sana-sini. Suasana coba saya bangun bersama kakak dan adik-adik saya untuk mendapat konstruksi dan ide cerita yang mendukung hingga terbawa mimpi.
Hasilnya, setiap saya tidur dan bermimpi saya coba ketikkan cerita mimpi saya menjadi tulisan untuk saya konsumsi sendiri. Lalu setiap saya nonton cerita di TV yang menurut saya bagus, saya mencoba menceritakan kembali lewat tulisan saya. Namanya anak-anak, tidak semua tulisan saya selesai sampai tuntas, kadang baru 2 paragraf sudah bosan. Tapi yang paling epic adalah ketika menuliskan kembali cerita Siti Nurbaya yang saya tonton di televisi. Tulisan terpanjang dan paling utuh yang pernah saya buat. Bahkan saya berani memasang tulisan tersebut di majalah dinding pesantren yang bisa di baca oleh semua orang yang lewat. Pujian datang dari semua orang... tapi berhenti di situ saja karena tidak ada yang mengarahkan untuk ikut lomba ini-itu, masuk ke sanggar penulis, dll.
Akhirnya ruang aktualisasi dan pendadaran diri baru benar-benar terbuka ketika memasuki perguruan tinggi dan bergabung dengan kelompok pers mahasiswa di tingkat universitas yang dengan senang hati mau menerima saya. Sebagai informasi saja, pilihan utama saya sebenarnya masuk kelompok karya tulis karena terinspirasi kakak saya yang juara nasional LKTI (kategori yang diraih kakak saya LKWU), tapi karena kelompok ini sudah dikuasai oleh kelompok mahasiswa tertentu (organisasi mahasiswa Islam terbesar di era Soeharto) dan saya secara tidak sengaja berada di kelompok seberangnya, jadilah saya tidak 'diajak' untuk masuk kelompok penulis ilmiah. Tapi saya bersyukur, bergabung dengan para pegiat pers mahasiswa sangat memerdekakan pikiran saya. Inspirasi dari para senior yang penulis dan sastrawan garis keras ala Pram sangat menginspirasi saya. Dari sini saya juga mendapatkan pelatihan dasar hingga menengah tentang jurnalistik. Mendapat kesempatan bahkan wajib mempublikasikan tulisan sendiri yang apik dan layak dibaca berbagai pihak se-universitas. Serta jejaring dengan pers mahasiswa universitas se-Indonesia.
Menjadi penulis tidak mudah, saya bahkan sampai sekarang hanya berani melabel 'menulis' sebagai hobi yang sifatnya casual saja. Tapi tidak mudah bukan berarti tidak bisa, lain dulu lain sekarang. Tantangan tentu sudah berbeda sementara peluang lebih terbuka sekarang untuk menjadi penulis handal. Peluang untuk melahirkan dan mengkader penulis jujur sejak dini lebih besar. Dukungan tehnologi informasi yang makin berkembang, kompetisi dan inovasi untuk menulis makin banyak dan terbuka untuk semua kalangan. Sumber referensi dan inspirasi banyak bahkan berlebihan. Segalanya menjadi lebih mudah hanya dengan 'googling'. Diantara kemudahan tersebut, menyisakan satu tantangan bagi penulis hari ini antara lain adalah kejujuran menulis dan apresiasinya terhadap karya orisinal orang lain. Bagi saya, kejujuran penulis bisa dilihat dari aliran tulisan dan pilihan kata yang diambilnya mulai dari judul hingga Isi. Ia juga tak ragu-ragu menyebut atau memberikan kredit bagi siapa saja penulis yang menginspirasi tulisannya. Selamat menulis :)
|
<< Home