Jellyjuice Column
"A slice of thought with Indonesia topping and jellyjuice sauce, spicy yet releasing!"
Umihanik a.k.a Jellyjuice
Chat Corner
Paper Collections
Also available at : Virtual Mate
Previous Post Credit
My Engine : Blogger
|
Sunday, November 01, 2009
Opportunistic BehaviorIslam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa ikhlas karena Allah semata dalam amal dan perbuatannya. Umatpun menerjemahkan seruan ikhlas ke dalam dua hal yakni sebagai niatan dan penutup, mengawali dan mengakhiri, dua hal yang menurut saya sangat berbeda. Memulai segala aktivitas yang kita lakukan dengan ikhlas atau meletakkan ikhlas di akhir upaya secara psikologis juga berbeda hasilnya. Rasa ‘plong’nya pun beda, tapi apakah nilainya juga akan berbeda, mana yang lebih baik di mata Allah? Apakah derajatnya juga sama? Wallaahualam bissawab. Ikhlas adalah urusan dan tugas hati dan hanya Allah yang tahu pendirian hati para hambaNya.Tapi di mata saya mengawali atau menjadikan ikhlas sebagai niatan adalah lebih baik dan jauh lebih mulia. Jujur, saya sendiri-pun yang saat ini tengah berupaya dan belajar keras untuk menjadi muslimah yang lebih baik, masih terus bergulat untuk memilih mengawali atau mengakhiri, hehe..belum bisa secara otomatis mengawali. Kenapa belajar keras? Saya nggak mau munafik karena saya sadar betul bahwa saya juga dilahirkan dengan prilaku ekonomi yang sudah terlanjur melekat yakni prilaku oportunis. Prilaku ini mungkin sajai menjadi salah satu dasar bagi saya dalam menjalankan amal ibadah saya selama ini atau dalam mengambil keputusan2 yang terkait dengan masalah ekonomi. Tapi mudah2an hanya yang kedua.Melihat celah atau kemungkinan kita akan mendapatkan manfaat atau keuntungan yang lebih meskipun saya selalu menyadari bahwa manfaat dan keuntungan lebih ada harganya, dalam ilmu ekonomi fenomena tersebut ada teorinya tapi mungkin nanti akan saya angkat di coretan berikutnya, sekarang kita bicara tentang prilaku oportunis dulu. Perilaku oportunis ini merupakan salah satu asumsi dasar prilaku manusia dalam teori ekonomi politik. More is always better than less, demikian axiom yang menggambarkan dari prilaku oportunis tersebut dianggap sebagai rational choice.Secara definitif prilaku ini kurang lebih diartikan sebagai ekspektasi yang dianggap mampu memberikan manfaat atau keuntungan yang lebih besar bagi individu pelaku ekonomi tersebut. Prilaku ini muncul umumnya karena mungkin saja pernah dilakukan sebelumnya dan berhasil, adanya informasi yang terbatas atau terdistorsi, ketidakjelaskan kesepakatan atau aturan main, perjanjian yang tidak dapat dipercaya, manipulasi informasi, dll. Menurut teori ini konon katanya semua manusia dilahirkan dengan prilaku tersebut. Saya lupa siapa yang melahirkan teori ini, ayo temen2 yang mau nambahin tulisan ini...mungkin yang dulu sering saya titipin absen :).Saya melihat prilaku oportunistik ini juga muncul karena dipicu oleh terbatasnya ratio pelaku ekonomi lainnya. Ada yang jadi korban dan dirugikan kenapa bisa dianggap sebagai rational choice? Meskipun dalam New Economic Institution (NIE, yang menggugat neo klasik) keduanya diasumsikan berkedudukan sejajar. Paling nggak ini kejadian sama saya kemarin. Kalo boleh jujur tulisan ini sebenernya dimotivasi oleh pengalaman saya kemarin dengan oknum petugas asuransi dan tiket pesawat. Kedua agen ekonomi tersebut mencoba memanfaatkan keterbatasan saya dan berekspektasi dapat mengeruk keuntungan yang besar. Beberapa temen yang tau tentang kasus ini menyerukan untuk diikhlaskan saja.Bagi saya ikhlas adalah proses dan itu pasti. Ikhlas tanpa ada upaya sama dengan lemah. Betewe, tulisan ini juga menjadi media saya untuk mengikhlaskan lho, hehe...tapi ya itu tadi kalo ditulis begini mungkin nilai ikhlasnya jadi ilang. Kesimpulan saya ikhlas termasuk dalam materi berat yang diujikan dengan variable-variabel pengganggu yang cukup berat juga untuk dihilangkan. Mungkin yang pernah bilang nggak relevan menyambungkan ekonomi dengan ideologi, nasionalisme, dan agama ada benernya juga, well? |
<< Home